Telah diceritakan di dalam Al-Qur’an, sebagaimana yang sudah kita
ketahui bersama, Bapak dari para nabi itu telah melewati berbagai cobaan
dari Allah SWT sejak beliau masih muda hingga masa tuanya dengan penuh
kesabaran dan ketaatan, tanpa membantah. Beliau pernah dibakar
hidup-hidup atas perintah Raja Namrud yang lalim karena berjuang
menegakkan risalah Allah, menghabiskan bilangan tahun yang panjang dalam
menanti seorang anak, kemudian saat sang anak lahir, beliau
diperintahkan untuk meninggalkan anak itu beserta ibunya di tengah
padang pasir tandus yang tak berpenghuni tanpa dibekali apa-apa. Namun,
puncak dari segala cobaan yang diterima oleh Nabi ibrahim a.s, yakni
ketika beliau menerima ilham untuk menyembelih anak yang teramat
disayanginya, yang dinanti-nantikan kehadirannya. Perintah yang paling
tidak masuk akal bagi kita.
Namun, Nabi ibrahim dan anaknya, Ismail, dengan berserah kepada Allah
SWT, dengan penuh keikhlasan mau melaksanakan perintah dari Allah yang
sangat berat itu. Walaupun di tengah perjalanan menuju tempat
penyembelihan keduanya digoda oleh syaitan yang berusaha menggoyahkan
keyakinan mereka, namun mereka tetap teguh dalam melaksanakan perintah
Tuhan, bahkan melempari syaitan yang menggoda niat mereka itu.
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya Aku
melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar"
(QS-Shaaffat: 102)
Saat-saat yang menegangkan pun tiba. Ketika nabi Ibrahim menempelkan
mata pisau yang tajam ke leher anaknya, Ismail, saat itulah Allah
berbuat lain. Tanpa disadari oleh kedua hamba Allah yang patuh itu,
Allah telah menukar Ismail dengan seekor kibasy (sejenis domba) yang
gemuk untuk disembelih. Sehingga Ismail pun selamat dari penyembelihan
yang dilakukan ayahnya.
Peristiwa itulah yang kemudian menjadi simbol bagi umat Islam sebagai
wujud ketaqwaan seorang manusia mentaati perintah Allah swt. Ketaqwaan
Nabi Ibrahim as kepada Allah swt diwujudkan dengan sikap dan pengorbanan
secara totalitas, menyerahkan sepenuhnya kepada sang Pencipta dari apa
yang ia percaya sebagai sebuah keyakinan.
Bila merunut pada kata qurban itu, berasal dari bahasa Arab
qaraba-yuqaribu-qurbanan-qaribun, yang artinya dekat. Makna qurban dalam
istilah Islam berarti kita berusaha menyingkirkan hal-hal yang dapat
menghalangi upaya mendekatkan kita pada Tuhan. Penghalang mendekatkan
itu adalah berhala dalam berbagai bentuknya, seperti ego, nafsu, cinta
kekuasaan, cinta harta benda dan lain-lainnya secara berlebihan.
Secara verbal dan normatif
ritual Qurban adalah bukti kepedulian Islam dan pemeluknya
kepada kaum dhuafa, fakir miskin, wong cilik, dan mereka yang tertindas. Menyembelih hewan hanyalah makna simbolik dari
qurban. Makna sesungguhnya adalah bagaimana kita menyembelih ego, sifat
rakus, cinta berlebihan terhadap harta dan jabatan atau kekuasaan.
Seperti firman Allah dalam Al-Qur’an surah Al Hajj (22): 37.
Seperti firman Allah dalam Al-Qur’an surah Al Hajj (22): 37.
“Daging-daging
unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan)
Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah
Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah
terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada
orang-orang yang berbuat baik.”
Semoga semangat pengorbanan dan keikhlasan Nabi Ibrahim AS dan putranya
mengispirasi kita semua untuk rela berkorban demi Agama-Nya dan ikhlas
dalam melakukan segala ketaatan pada-Nya.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar